Chappie
Sebuah
kalimat klasik mengatakan bahwa mempertahankan sesuatu yang telah berhasil anda
dapatkan akan selalu lebih sulit ketimbang perjuangan ketika anda sedang
berupaya untuk meraihnya. Hal tersebut yang kini sedang dialami oleh Neill
Blomkamp ketika enam tahun lalu pria asal Afrika Selatan itu berhasil mencuri
perhatian skala besar lewat District 9 (empat nominasi Oscars) yang merupakan
debut feature film Blomkamp, namun empat tahun kemudian kualitasnya mulai
dipertanyakan ketika Elysium hanya sebatas menjadi sebuah sci-fi standard yang
kurang dinamis. So, bagaimana dengan film ketiganya ini? Chappie: charming and
pall pandemonium pie.
Tindakan
kejahatan tidak lagi menjadi sesuatu yang mencemaskan bagi penduduk di kota
Johannesburg karena berkat penemuan pria bernama Deon Wilson (Dev Patel) aksi
kriminal dapat dimusnahkan dengan cepat. Deon berhasil menciptakan robot yang
dapat digerakkan dengan sistem untuk kemudian berurusan dengan para penjahat,
rancangan yang berhasil membuat perusahaan tempat ia bekerja Tetra Vaal yang
berada dibawah komando Michelle Bradley (Sigourney Weaver) menjadi mitra yang
begitu dicintai oleh polisi.
Namun
ternyata didalam Tetra Vaal juga telah lahir sumber masalah yang seolah menanti
waktu yang tepat untuk meledak. Yang pertama berasal dari pria bernama Vincent
Moore (Hugh Jackman) yang merasa sakit hati karena proyek tandingan yang ia
namai Moose mati suri akibat ide cemerlang milik Deon tadi. Yang kedua berasal
dari momen ketika Deon ingin menjadikan robot-robot tersebut lebih “manusia”
namun ditolak oleh Michelle, hal yang kemudian menyebabkan Deon nekat untuk
melakukan eksperimen ilegal dengan memanfaatkan sebuah robot yang telah rusak.
Celakanya
dalam perjalanan pulang Deon bertemu dengan tiga penjahat, Ninja (Watkin Tudor
Jones/Ninja), Yolandi (Yolandi Visser), dan Yankie (Jose Pablo Cantillo) yang
memaksa Deon melakukan program ulang pada robot yang kemudian bernama CHAPPiE
(Sharlto Copley) itu agar dapat bekerja dibawah kendali mereka.
Oke, mari
buka review ini dengan menggunakan kalimat di paragraf pertama tadi, charming
and pall pandemonium pie. Chappie memang merupakan kemasan yang cukup lemah,
itu sangat jelas dan tidak peduli seberapa besar rasa kagum anda pada pesona
yang mampu Neill Blomkamp suntikkan kepada tokoh utama miliknya itu anda akan
merasakan sebuah grafik menurun yang ia tunjukkan ketika semakin menjauh dari
garis start. Penyebabnya? Sangat sederhana sebenarnya dimana Neill Blomkamp seperti
kembali melakukan daur ulang pada apa yang pernah ia lakukan di dua film
terdahulunya.
Pondasi
utamanya memang sebuah film pendek berjudul Tetra Vaal namun ini seperti
meminjam beberapa bagian kecil dari District 9, meminjam beberapa bagian lagi
dari Elysium, lalu kombinasikan mereka bersama beberapa materi baru yang
meskipun tidak begitu segar namun celakanya mampu menciptakan arena bermain
yang menarik. Ya, tidak begitu segar, manusia menciptakan teknologi, lalu
setelah itu manusia berada dibawah ancaman teknologi dengan kemampuan
immortality, namun secara mengejutkan isu klasik dari film sci-fi itu tidak
terasa menjengkelkan disini.
Hal
tersebut tercapai berkat keputusan Neill Blomkamp sendiri yang sejak awal
seperti ingin menjejali cerita dengan beberapa konflik dan isu kecil, dari isu
kesadaran manusia, jiwa dan moralitas, jealousy, persaingan, persahabatan,
pendidikan, hingga puncaknya kasih sayang yang diperoleh seorang anak dari
orangtua mereka, terutama ibu. Hal terakhir itu benar-benar mempesona disini
yang jika sejak awal telah mampu membuat anda terikat dengannya maka akan
semakin memudahkan anda untuk menikmati sisi indah dari Chappie.
Ya, itu
adalah cara termudah untuk membuat Chappie terlihat mempesona karena yang eksis
disekitarnya adalah sebuah perpaduan antara petualangan dinamis bersama
kekacauan konyol yang juga berada di zona abu-abu. Benar, kekacauan yang
konyol, meskipun tidak hadir dalam kuantitas yang besar namun kualitas yang
mereka miliki punya potensi untuk mampu meninggalkan impresi yang cukup
mengganggu. Salah satu masalah terbesar dari film ini adalah ketika Neill
Blomkamp seperti rakus atau terlalu berambisi untuk menjadikan agar isu-isu
yang ia bawa tadi membekas di memori penonton. Hasilnya adalah pergeseran warna
cerita yang terasa sangat tajam, dan celakanya bukan hanya terjadi satu atau
dua kali, seperti contoh termudah antara komedi dan drama dimana dua bagian
tersebut seperti digantung di dua tiang yang berbeda.
Dampak
lainnya juga cukup signifikan, cerita melompat sesuka hati antara drama dan
komedi sehingga menghalangi karakter untuk bersinar, bahkan simpati dan empati
yang saya rasakan hanya berasal dari isu orangtua dan anak, di bagian lain
sulit untuk merasakan hadirnya intimitas bahkan rasa peduli yang benar-benar
kuat pada apa yang akan terjadi selanjutnya. Komposisi cerita yang ia miliki
memang cukup kacau, dan daya tarik di beberapa elemen juga memiliki potensi
yang besar untuk perlahan memudar, tapi meskipun tidak super lezat Chappie pada
akhirnya berhasil menjadi sebuah kue yang terasa enak.
Nilai
positif berasal pada kemampuan Neill Blomkamp menjaga pesona karakter utama di
tengah hiruk-pikuk absurditas yang ia bentuk disekelilingnya. Karakter Chappie
punya appeal yang mampu membuat penonton terikat dengan perjuangannya dalam
berkenalan dengan dunia, sembari berjalan mondar-mandir ia juga mampu merangkul
berbagai isu kecil tadi untuk setidaknya tertangkap oleh penonton meskipun
tidak semua ia dorong untuk bergerak terlalu dalam. Hal menarik lainnya adalah
meskipun lemah di cerita tapi Blomkamp masih tampil kuat ketika mengarahkan
masalah kontemporer untuk bergerak penuh energi, sokongan sisi teknis juga oke
seperti kombinasi visual dan score misalnya yang sangat efektif memompa tensi
dan menyuntikkan rasa dinamis kedalam gerak cerita.
Seandainya
Neill Blomkamp mau untuk sedikit menekan ambisinya pada kuantitas isu yang
terlalu gemuk itu, mungkin Chappie akan lebih mudah untuk menjangkau hati
banyak penonton, beberapa diantara mereka juga faktanya telah ia gunakan di dua
film terdahulu. Jika ia memberikan push yang lebih dalam pada isu relationship
anak dan orangtua hasilnya mungkin akan lebih baik, karena disamping Chappie
punya pesona yang mumpuni sebagai seorang anak kecil yang sedang belajar
mengenal kejamnya dunia karakter orangtua yang dimainkan oleh Yolandi Visser
juga cukup mampu memancarkan kasih sayang orangtua, walaupun masih mentah. Dan
well ini akan terkesan kasar tapi selain Sharlto Copley dan Yolandi tidak ada
pemeran lain yang tampil menarik, Ninja tampil kaku, Sigourney Weaver hanya
pemanis, Dev Patel seperti kehilangan momentum di bagian tengah cerita, dan
Hugh Jackman kurang berhasil menjadi villain dan kehadirannya lebih tampak
seperti tamu yang tidak diundang.
Overall,
Chappie adalah film yang cukup memuaskan. Ekpektasi sempat meningkat ketika
kemunculan berita bahwa Neill Blomkamp akan mengendalikan film terbaru Alien,
namun Chappie ternyata tidak berhasil duduk sejajar dengan District 9 walaupun
setidaknya ini mampu memberikan grafik naik bagi Blomkamp setelah Elysium.
Script terlalu empuk namun celakanya memiliki isi yang tidak sesederhana
sinopsis miliknya, namun dengan eksekusi yang cerdik Neill Blomkamp mampu
mengarahkan materi yang sangat familiar tadi menjadi sebuah mess adventure yang
bergerak dinamis sehingga mampu menjaga minus konyol miliknya untuk hanya
mengganggu namun tidak merusak. Seandainya ia tidak terlalu rakus dengan
mencoba melakukan banyak hal Chappie dapat meninggalkan penontonnya dengan
impresi yang lebih mengagumkan. Guys, if you are lucky enough to have a parent
or two alive on this planet, call them!
Langsung saja link downloadnya sob
Movie : CHAPPIE
Subtitle : Chappie
Komentar
Posting Komentar